JAKARTA, MUI.OR.ID— Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak umat Islam saling menghargai dan menghormati karena terjadinya perbedaan 1 Ramadhan 1445 H.
Ketua MUI Bidang Pendidikan dan Kaderisasi, KH Abdullah Jaidi, mengatakan ikhtilaf (perbedaan) merupakan sebuah rahmat. Oleh karena itu, tegasnya, harus bisa saling menghargai dan menghormati atas terjadinya perbedaan.
“Jangan dipersoalkan dan dibesar-besarkan (perbedaan) masalah ini,” kata kiai Abdullah Jaidi dalam Konfrensi Pers Sidang Isbat 1445 H di Kantor Kementrian Agama, Jakarta Pusat, Ahad (10/3/2024).
Menurutnya, hal yang terpenting adalah umat Islam dapat meningkatkan keimanan dan kesalehan dalam beribadah. Selain itu, kiai Abdullah Jaidi mengajak umat Islam untuk meningkatkan kepedulian sosial di antara sesama.
“Sedekah dengan kepedulian sosial kita dengan saudara-saudara kita yang membutuhkan uluran tangan kita yakni fakir miskin,” sambungnya.
Diketahui, pemerintah melalui Kementrian Agama menetapkan 1 Ramadhan 1445 H jatuh pada hari Selasa, 12 Maret 2024.
Kiai Abdullah Jaidi menekankan, perbedaan tersebut jangan sampai merusak persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiyah), persaudaraan antar sesama manusia (ukhuwah insaniyah), dan persaudaraan sebangsa dan setanah air (ukhuwah wathaniah).
Lebih lanjut, kiai Abdullah Jaidi mengatakan, awal Ramadhan 1445 H pasca digelarnya pemilu ini juga membuat masyarakat bisa bersatu dan membangun Indonesia menuju Indonesia Emas 2045.
“Mudah-mudahan Allah SWT memberikan taufik dan hidayah kita sehingga, terciptanya negara Indonesia yang baldatun thayyibatul warobbun ghofur,” pungkasnya.
Sementara itu, sidang yang diikuti oleh perwakilan ormas Islam, perwakilan duta besar negara sahabat, serta jajaran Kemenag ini diawali dengan Seminar Posisi Hilal yang disampaikan anggota Tim Hisab Rukyat Kemenag H Cecep Nurwendaya.
Dalam paparannya, Cecep mengungkapkan, secara astronomis, posisi hilal di Indonesia pada saat Maghrib di tanggal 10 Maret 2024 atau 29 Syakban 1445 H masih berada di bawah kriteria baru MABIMS (Menteri Agama Brunei Indonesia Malaysia Singapura), yang ditetapkan pada 2021, sehingga kemungkinan tidak dapat teramati.
“Di seluruh wilayah Indonesia, posisi hilal pada 29 Sya’ban 1445 H sudah berada di atas ufuk. Namun demikian, masih berada di bawah kriteria imkanur rukyat MABIMS,” kata Cecep dikutip dari laman resmi Kementrian Agama.
Kriteria baru MABIMS menetapkan bahwa secara astronomis, hilal dapat teramati jika bulan memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasinya minimal 6,4 derajat. Sementara menurut Cecep, pada saat Magrib 10 Maret 2024, tinggi hilal di seluruh wilayah Indonesia berada antara: – 0° 20‘ 01“ (-0,33°) s.d. 0° 50‘ 01“ (0,83°) dan elongasi antara: 2° 15‘ 53“ (2,26°) s.d. 2° 35‘ 15“ (2,59°).
“Bila melihat angka tersebut, hilal menjelang awal Ramadan 1445 H pada hari rukyat ini secara teoritis dapat diprediksi tidak akan terukyat, karena posisinya berada di bawah kriteria Imkan Rukyat tersebut,” jelas Cecep.
Maka, lanjut Cecep, jika data tersebut dikaitkan dengan potensi rukyatul hilal, secara astronomis atau hisab, dimungkinkan awal Ramadhan jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024.
Hasil hisab ini, lanjut cecep selanjutnya akan dikonfirmasi melalui pengamatan hilal (rukyatulhilal).
“Rukyatulhilal itu sifatnya konfirmasi. Jika nanti ada yang bisa mengamati hilal, maka Ramadan jatuh esok hari. Tapi bila tidak bisa teramati, maka bulan Syakban digenapkan menjadi 30 hari, sehingga1 Ramadan jatuh pada 12 Maret 2024,” ujar Cecep.
Hari ini, Kemenag menggelar pemantauan hilal (rukyatulhilal) awal Ramadan di 134 titik di seluruh Indonesia. Rukyatulhilal dilaksanakan Kanwil Kementerian Agama dan Kemenag Kabupaten/Kota, bekerja sama dengan Pengadilan Agama, Ormas Islam serta instansi lain di daerah setempat.
Sidang Isbat penentuan awal Ramadan 1445 H dilakukan dengan mempertimbangkan informasi awal berdasarkan hasil perhitungan secara astronomis atau hisab, serta hasil konfirmasi lapangan melalui mekanisme pemantauan hilal. (MUI Pusat)